NEWS

Kiai Asep Undang 1.936 Kepala Sekolah di Jatim, Bongkar Rahasia Sukses Amanatul Ummah

SURABAYA,  – Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, mengundang sebanyak 1.936 kepala sekolah SMP, MTS dan kepala sekolah SD serta MI dari berbagai daerah Jawa Timur. Mereka diundang dalam acara Inovasi dan Optimalisasi Sekolah/Madrasah dalam menghadapi TKA tingkat SD/MI SMP/MTs.

“TKA memang tidak menentukan kelulusan, tapi jadi referensi dan terdokumentasi” ujar Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto saat menyampaikan pengarahan dalam acara yang digelar di halaman SMA Unggulan Amanatul Ummah Jalan Siwalankerto Utara Surabaya, Rabu (17/12/2025).

Menurut Kiai Asep hasil TKA (Tes Kemampuan Akademik) yang kemarin digelar sangat rendah.

BACA JUGA:

“TKA kemarin dominan 5 ke bawah, tanpa kecuali sekolah manapun,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu.

“Kalau 5 ke bawah berarti kita belum berhasil. Padahal tugas guru itu adalah menghilangkan kebodohan,” tegas Kiai Asep.

Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, didampingi Dr Zakaria Muhtadi dan ustadz Alwi. Foto: bangsaonline

Karena itu Kiai Asep mengundang para kepala sekolah dan guru untuk sharing bersama. Tak tanggung-tanggung. Kiai Asep menggelar acara ini dalam dua gelombang.

Gelombang pertama digelar di Pacet Mojokerto pada Sabtu, 13 Desember 2025 lalu.

“Pesertanya 1.220 kepala sekolah,” tutur Kiai Asep.

Peserta itu datang dari SD/MI dan SMP/MTs Jombang, Mojokerto, Gresik, Sidoajo, dan Pasuruan.

Gelombang kedua kali ini digelar di Surabaya. Pesertanya sebanyak 716 kepala sekolah. Mereka datang dari Sumenep, Pamekasan, Sampang, Bangkalan, Bayuwangi, Trenggalek, Surabaya, dan daerah lainnya.

Jadi total 1.936 kepala sekolah yang diundang Kiai Asep.

“Saya tidak mengundang SMA, Aliyah dan lainnya, karena sudah mengikuti TKA,” tegas Kiai Asep.

Menurut Kiai Asep, murid tak bisa menjawab soal ujian atau tes bukan karena bodoh. Tapi karena mereka tak mengikuti penjelasan ilmu dasarnya secara kronologis. Karena itu murid yang nilainya 5 ke bawah harus dikumpulkan secara homogen.

“Karena anak yang cerdas, yang nilainya sudah 7 dalam kelas yang heterogen, menjadi gangguan bagi kita. Padahal sebagian besar murid kita belum bisa,” ujar putra pahlawan nasional KH Abdul Chalim itu.

Untuk mengatasi itu, menurut Kiai Asep, perlu kelas yang homogen. “Kalau di Amanatul Ummah, nurid yang imu dasarnya 5 ke bawah kita kelompokkan. Perlu ada treatmen berbeda. Perlu perlakuan yang berbeda, bagaimana caranya mereka bisa paham. Karena bukan ilmu kalau tidak paham. Jadi semua murid harus paham sehingga ilmu dasarnya mereka paham,” ujar Kiai Asep.

“Dengan cara ini kita bisa mengentas mereka, dari tidak bisa menjadi bisa,” tambah Kiai Asep.

Nah, realisasinya, tutur Kiai Asep, sebanyak 1.269 santri Amanatul Ummah diterima di perguruan tinggi negeri dan luar negeri. Bahkan di perguruan tinggi luar negeri yang sangat bergengsi.

“Sebanyak 65 santri Amanatul Ummah diterima di Kedokteran di Jerman, di China, di Unhan dan perguruan tinggi lainnya,” jelas kiai miliarder tapi dermawan itu.

“Kalau ke Timur Tengah seperti Mesir, Tunisia, Maroko, tanpa tes karena kita punya qoror, persamaan,” ungkap Kiai Asep lagi.

Menurut Kiai Asep, di Kabupaten Mojokerto, ada 20 SMA. “Tapi seandainya 20 SMA itu digabung jadi satu masih lebih baik dan lebih banyak murid satu sekolah Amanatul Ummah yang diterima di perguruan tinggi negeri,” kata Kiai Asep.

“Karena itu saya ingin menyampaikan ke panjenengan semua agar tidak kecil hati walaupun sekolah swasta. Kita sharing agar nanti panjenengan bisa memberlakukan ini di tempatnya masing-masing,” harap Kiai Aep.

Menurut Kiai Asep, dalam tes masuk perguruan tinggi murid bisa menjawab soal-soal. Tapi mereka yang tak mendapat treatmen biasanya sangat lama dalam menyelesaikan soal-soal.

“Bagaimana mereka bisa berkompetisi dengan mereka yang sudah mengenal dan terbiasa dengan soal-soal,” tegas Kiai Asep.

Kiai yang gemar bersedekah itu kemudian menyampaikan beberapa cara mengajar dan mendidik murid agar efektif. “Kita jangan pernah berhenti menjelaskan sebelum murid mengerti,” ujarnya.

Murid juga harus dimotivasi  untuk terus bertanya semua pelajaran yang belum mengerti.

“Suruh anak bertanya. Jangan canggung, Nak.Tapi kalau sudah mengerti tidak boleh bertanya lagi karena dilarang oleh Allah,” kata Kiai Asep sembari mengutip ayat Al Quran.

Seorang guru, kata Kiai Asep, juga harus menjadi teladan moral bagi para muridnya. “Tidak boleh guru pacaran dengan muridnya,” ujarnya.

Menurut Kiai Asep, seorang guru harus memandang murid seperti anaknya sendiri. Karena itu harus rajin mendoakan muridnya.

“Guru itu beda dengan dukun. Kalau dukun itu mendoakan pasiennya tapi tidak mendoakan anaknya,” tegas Kiai Asep yang disambut tawa para kepala sekolah yang hadir.

Sebaliknya, guru pasti mendoakan anaknya sendiri sebelum mendoakan murid-muridnya.

Kiai Asep juga berpesan agar para guru selalu meningkatkan kapasitas atau kompetensinya. Karena, tegas Kiai Asep, jika kapasitas guru tinggi, maka akan lebih mudah dalam menstranfer ilmu kepada murid-muridnya.

Kiai Asep mencontohkan pengalaman pribadinya. “Saya menyuruh anak saya menghafal, bisa, karena saya sendiri hafal,” kata Kiai Asep.

Cukup banyak peserta yang mengacungkan tangan saat dibuka sesi tanya jawab. Diantaranya muncupertanyaan untuk apa acara ini dilakukan. Kiai Asep menjawab untuk meningkatkan kualitas keilmuan di Jawa Timur.

“Karena gubernurnya anak saya, Ibu Khofifah itu wali santri Amanatul Ummah,” kata Kiai Asep.

Dr Zakaria Muhtaadi, Kepala SMA Unggulan Amanatul Ummah, menjelaskan bahwa Kiai Asep sangat terbuka soal kunci sukses pendidikan Amanatul Ummah. Karena Kiai Asep ingin sekolah-sekolah di Indonesia bisa maju seperti Amanatul Ummah.

“Kalau sekolah lain kunci suksesnya dirahasiakan. Kalau di Amanatul Ummah dibongkar, yang penting untuk kebaikan bersama,” tegas Zakaria.

Menurut Zakaria, Kiai Asep adalah putra pahlawan sehingga yang selalu dipikirkan adalah kemajuan dan kepentingan masyarakat. Sebaliknya, kita justru memikirkan tentang diri kita sendiri.

“Mari terbang bersama Amanatul Ummah,” kata Zakaria yang juga Wakil Rektor Universitas KH Abdul Chalim Pacet Mojokerto.