pendiri dan pengasuh

Prof. Dr. KH Asep Saifuddin Chalim, MA

Kiai Asep adalah sosok Kiai yang kharismatik. Kiai Asep adalah pendiri sekaligus pengasuh pondok pesantren Amanatul Ummah baik di Surabaya maupun pesantren Amanatul Ummah Pacet. Kiai Asep adalah putra terakhir yang lahir dari salah satu pendiri jamiyah Nahdlatul Ulama yang beralamat di Leuwimunding Jawa Barat. Kiai Asep lahir pasangan Kiai Abdul Chalim dan istri ketiga Kiai Abdul Chalim yakni Nyai Qana’ah asal Plered Cirebon. Kiai Asep lahir di Leuwimunding Jawa Barat, pada tanggal 16 Juli 1955.

         Pada tahun 1980, Kiai Asep menikah dengan Nyai Hj. Fadilah dan di karuniai 9 orang putra dan putri, yang bernama M. Albarra, Imadatussaadah, Fatimatuzzahroh, Muhammad Ilyas, Hanatussaadah, Muhammad Habiburrahman, Muhammadul Azmi Al-Mutawakkil Alallah, Siti Juwairiyah, Muhammad Abdul Chalim Sayyid Dhuha. Terlahir dari keturunan NU tulen

       Kiai Asep memang bernasab sebagai seorang Kiai. Hal ini dapat dilihat dari ayahandanya Kiai Abdul Chalim yang banyak disinggung dan dihubungkan dengan berdirinya NU. Karena Kiai Abdul Chalim adalah seorang tokoh nasionalis yang banyak membantu para pendiri NU yakni KH. Hasyim Asy’ary dan KH. Wahab Chasbullah. Kiai Asep juga bukan merupakan sosok pemimpin yang otoriter, Yang hanya mementingkan kepentigan pribadi dari pada kelompok dan hanya mementingkan keputusan pribadi. Namun beliau adalah sosok pemimpin yang demokratis yang mementingkan tujuan bersama agar tercapainya tujuan secara maksimal.

Latar Belakang Pendidikan

Pada awal tahun 1974, Kiai Asep berkelana ke berbagai kota di Jawa untuk mencari pengalaman dan menimba ilmu. Di antara kota yang menjadi saksi atas perjuangan hidupnya adalah Jember, Banyuwangi, Lumajang, Bandung, Jakarta, Banten, Palembang dan terakhir di Surabaya. Banyak yang dilakukan Kiai Asep dalam perjalanan itu, bahkan di Surabaya Kiai Asep pernah menjadi kuli bangunan.

Kiai Asep juga pernah mengenyam pendidikan di beberapa pondok pesantren, diantaranya: Pondok Pesantren Cipasung Jawa Barat, Pondok Pesantren Sono Sidoarjo, Pondok Pesantren Siwalanpanji Sidoarjo, Pondok Pesantren Gempeng Bangil, Pondok Pesantren Darul Hadir Malang dan yang terakhir Pondok Pesantren Sidosermo Surabaya.

Kiai Asep Saifuddin Chalim dibesarkan di pondok pesantren Al-Khozini Sidoarjo, setelah ayahandanya meninggal dunia. Meskipun Kiai Asep adalah putra dari salah seorang Kiai terkemuka pada masa itu, tetapi penampilan Kiai Asep tetaplah sederhana. Akan tetapi, kepandaiannya sudah terlihat sejak beliau menduduki kelas 1 MI (Madrasah Ibtidaiyah) saat beliau masih mengenyam pendidikan di desa Leuwimunding Jawa Barat, bahkan beliau dikenal dengan santri yang cerdas, gemar membaca kitab-kitab salaf yang akhirnya menjadikan Kiai Asep sebagai salah satu santri kesayangan KH. Abbas, salah seorang pengasuh pondok pesantren Al Khozini Sidoarjo.

Ketika menduduki bangku SMP beliau mengenyam pendidikan di SMP Negeri 1 Sidoarjo. Lulus SMP Kiai Asep melanjutkan pendidikan di bangku SMA namun hanya sampai kelas 2 SMA saja karena ayahandanya wafat, tetapi Kiai Asep masih tetap melanjutkan pendidikan nya di pondok pesantren Al-Khozini.

Setelah mendapatkan surat keterangan lulus dari Kiai pondok pesantren Al-Khozini, Kiai Asep melanjutkan pendidikannya di IAIN Surabaya pada tahun 1975 mengambil jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab. Tidak banyak yang tau kegiatan apa saja yang dilakukan Kiai Asep pada masa kuliah dulu atau bahkan organisasi apa saja yang pernah diikuti oleh Kiai Asep. Belum lulus sarjananya, beliau mendaftar kuliah program D3 Bahasa Inggris di IKIP Surabaya dengan ijazah persamaan SMA.

Kemudian mengajar di SMA Negeri 2 Lamongan selama 7 tahun. Kemudian Kiai Asep melanjutkan studinya di IKIP Malang. Di waktu yang lain Kiai Asep telah menyelesaikan S2 pada tahun 1997 di Unisma Malang dan S3 pada tahun 2004 di UNMER Malang.

Karirnya

Bagi banyak orang sosok Kiai Asep Saifuddin adalah sosok Kiai yang gigih dan ulet. Setiap hari beliau harus bolak-balik Surabaya-Pacet demi memberikan ilmu kepada santri-santrinya. Setelah subuh jadwal rutinnya adalah mengajar pengajian pagi di masjid pondok di Pacet. Setelah itu, Kiai Asep langsung menuju Surabaya untuk berbagai macam kepentingan. Mulai dari rapat staf administrasi, rapat guru, sampai menerima berbagai tamu dan menghadiri berbagai undangan. Di malam harinya, Kiai Asep kembali lagi ke Pacet dan sesekali mengajar pengajian malam (muadalah).

Beliau pernah menjadi anggota pengurus PC NU Suarabaya, ketua MUI Surabaya, anggota DPRD Surabaya dari partai PKB. Kemudian beliau mundur dari jabatannya setelah 4 bulan karena beliau menganggap lebih cocok dalam pendidikan. Statusnya kemudian naik setelah menjadi dosen di IAIN Surabaya.

Sampai saat ini Kiai Asep Saifuddin Chalim menjabat sebagai rektor di institut Al-Khozini Buduran. Beliau dilantik untuk menjadi ketua PERGUNU (Persatuan Guru-guru Nahdlatul Ulama) Jawa Timur pada Ahad, 30 Oktober 2016. Sampai saat ini banyak kegiatan yang dilakukan oleh Kiai Asep Saifuddin Chalim untuk memajukan PERGUNU (Persatuan Guru-guru Nahdlatul Ulama). Bahkan mereka yang dilantik sebagai anggota  PERGUNU (Persatuan Guru-guru Nahdlatul Ulama) haruslah bangga karena dapat memajukan bangsa dalam dunia pendidikan.

Mendirikan Pesantren

Nasib baik mulai menyapanya setelah mendirikan biro perjalanan haji dan umroh (KBIH) Yayasan Amanatul Ummah. Beliaulah sendiri yang mencari calon-calon Jemaah haji untuk dibimbing. Dengan uang hasil kerja itu, Kiai Asep mulai bisa membangun pondok pesantren Amanatul Ummah. Kiai Asep tidak menginginkan bantuan dana dari pemerintah dalam mendirikan pondok pesantren Amanatul Ummah

Kiai Asep selalu optimis dalam mewujudkan impiannya, yakni membesarkan pondok pesantren Amanatul Ummah. Didampingi istrinya, sang Kiai selalu optimis. Impiannya adalah menjadikan Kembang Belor dengan pondok pesantren Amanatul Ummah menjadi kawasan pendidikan yang makin diperhitungkan di Tanah Air. Bahkan banyak yang siap mendukung keinginan Kiai Asep.

Sekarang IKHAC (Institut Kiai Haji Abdul Chalim) sudah berdiri dengan megah dan kokoh. Institut ini berdiri pada tahun 2015, meskipun hanya 3 fakultas saja yang dibuka dan memiliki 10 jurusan. Kiai Asep bahkan sudah menyiapkan gedung pascasarjana agar para lulusan dari IKHAC tidak mengalami kesulitan bila saja ingin melanjutkan pendidikan S2 nya.

Mahasiswanya pun tidak kalah dengan kampus-kampus lain. Kiai Asep berambisi bahwa IKHAC sama persis dengan Jamiatu al Syarif al Azhar di Kairo, Mesir. Harvard University di Amerika Serikat dan Sorbonne University di Perancis. Beliau juga mampu menghadirkan mahasiswa di IKHAC dari semua propinsi di Indonesia.

Beliau juga mampu menghadirkan mahasiwa dari berbagai negara diantaranya: Afghanistan, Kazakhstan, Thailand, Vietnam, Kamboja dan Malaysia. Kiai Asep juga bertekad bahwa menginginkan kembalinya zaman keemasan Islam seperti pada pemerintahan Harun ar Rasyid dan khalifah Al Makmun pada dinasti Abbasiyah. Pada masa itu Islam sedang ada pada masa Golden Age, itu dijadikan sebagai pertanda kemajuan ilmu pengetahuan di dunia.

Islam telah mewarnai peradaban dan jembatan era kesuburan pengetahuan yang tumbuh di zaman Yunani menuju zaman Eropa. Hingga saat ini beliau selalu menekankan dalam pidatonya untuk para santriwan-santriwatinya untuk tidak menyerah dalam mewujudkan cita-citanya agar Islam dapat kembali pada zaman keemasan Islam.

      Prof. Dr. K.H. Asep Saifuddin ChalimM.A. (lahir 16 Juli 1955) adalah seorang tokoh Muslim Indonesia, anggota Partai Persatuan Pembangunan, serta Ketua PERGUNU (Persatuan Guru-guru Nahdlatul Ulama) Indonesia.[1] Dia juga seorang akademisi Guru Besar bidang Sosiologi oleh Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Pengukuhannya menjadi sorotan karena dihadiri langsung oleh Presiden Joko Widodo. Dia merupakan anak bungsu dari KH. Abdul Chalim, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama asal MajalengkaJawa Barat. Dia juga pendiri sekaligus pengasuh pondok pesantren Amanatul Ummah SurabayaMajalengkaMojokerto, dan Banyuwangi. Pesantrennya menjadi sorotan karena sering dihadiri tamu besar, baik dari dalam maupun luar negeri. Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim merupakan keturunan salah seorang pendiri Nahdatul Ulama asal Majalengka, yaitu KH. Abdul Chalim. KH. Abdul Chalim berperan dalam Nahdlatul Ulama sebagai Sekertaris II, sedangkan Sekertaris I yaitu KH. Abdul Wahab Hasbullah. Dia juga merupakan salah satu utusan yang diberangkatkan ke Hijaz, untuk menghadap kepada Raja Abdul Aziz bin Saud yang berkeinginan untuk menghilangkan situs peninggalan Nabi. Utusan ini kemudian disebut komite Hijaz.[2]

      Asep lahir pada tanggal 16 Juli 1955 di Cirebon, Jawa Barat. Gigih dan ulet, merupakan dua kata yang tepat untuk menggambarkan sosoknya. Kegigihannya sudah terlihat sejak rasa penasarannya muncul terhadap dunia pendidikan.

      Asep kecil bersekolah di SDN Leuwimunding 1 Majalengka. Di Sekolah Dasar ini, Asep terkenal merupakan sosok yang sangat sopan namun agak bandel. Karena kepintarannya, ia juga sering menjadi bintang kelas. Ia mengisahkan sendiri di sela-sela pengajian yang diasuhnya, bahwa ketika kecil banyak teman-temannya yang terheran atas kemampuan matematikanya. Iapun sering ditanya oleh teman-temannya mengenai materi yang dirasa sulit.

      Lulus SD, Asep pun melanjutkan pendidikannya di SMPN 1 Leuwimunding, Majalengka. Namun, saat menginjak kelas 2 SMP, Asep sudah tidak ingin melanjutkan sekolahnya dengan alasan ingin menjadi pengembala kambing seperti para Nabi.

      Tentu sebagai ayah, KH. Abdul Chalim pun dibuat bingung atas permintaan anaknya tersebut.

      Peranan di Nahdatul Ulama

      Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim., MA merupakan keturunan dari seorang Kiai. Hal ini dapat dilihat dari ayahandanya Kiai Abdul Chalim yang banyak disinggung dan dihubungkan dengan berdirinya NU. Karena Kiai Abdul Chalim adalah seorang tokoh nasionalis yang banyak membantu para pendiri NU yakni KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Chasbullah.

      Kiai Asep juga bukan merupakan sosok pemimpin yang otoriter. Yang hanya mementingkan kepentigan pribadi dari pada kelompok dan hanya mementingkan keputusan pribadi. Namun dia adalah sosok pemimpin yang demokratis yang mementingkan tujuan bersama agar tercapainya tujuan secara maksimal.[3]

      Penghargaan

      Prof. Dr. KH Asep Saifuddin Chalim, MA, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur, mendapat penghargaan utama sebagai “pemimpin visioner dan inspiratif”. Penghargaan utama itu diberikan oleh koran HARIAN BANGSA saat merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-22 di kantor barunya di Jalan Cipta Menanggal I/35 Surabaya, Selasa (1/3/2022).[4]

      Pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Prof DR KH Asep Saifuddin Chalim, mendapat penghargaan tokoh pendidikan islam. Penghargaan itu diraihnya dari lembaga Accurate Research and Consulting Indonesia (ARCI) Awards dengan kategori Tokoh Pendidikan Islam Kultural Jatim 2021. Penyerahan bantuan dilakukan langsung oleh pengurus ARCI kepada Asep Saifuddin, di UKHAC Bendungan Jati, pada Jumat malam 7 Mei 2021 kemarin.[5]

      Referensi

      1.  Budi author, Budi author (19-11-2020). “Biografi Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim., MA”web berita. Diakses tanggal 19-11-2020. ;
      2.  Profil Guru Besar Prof Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, M.Ag, diakses tanggal 2022-05-23
      3.  Budi author, Budi author (2020-11-19). “Biografi Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim., MA”web berita. Diakses tanggal 2020-11-19.
      4.  mma author, mma author (2022-03-01). “Kiai Asep Dapat Penghargaan sebagai Pemimpin Visioner dan Inspiratif”web berita. Diakses tanggal 2022-03-01.
      5.  Andi author, Andi author (2021-05-08). “Peduli Terhadap Perkembangan Pesantren, Kiai Asep Diganjar Penghargaan Tokoh Pendidikan Islam oleh ARCI”web berita. Diakses tanggal 2021-05-08.